Selasa, 01 Maret 2011

PENA BINUANGEUN
Oleh : Unung Nugiran

Rabu, 29 Desember 2010 mahasiswa STKIP Setia Budhi mengadakan perjalanan ke Binuangeun setibanya disana kami dihadapkan pada suasana pesisir pantai. Laut yang membentang, nyiur melambai membawa pengunjung pada kedamaian yang jarang ditemukan di kota-kota besar.
Menelusuk lebih jauh nama Binuangeun berarti sebuah angan-angan atau juga ada yang mengatakan tempat persembunyian menurut sejarah karena banyak orang yang merantau ke Binuangeun dan akhirnya beranak pinak dan melanjutkan hidup mereka maka dikatakanlah bahwa Binuangeun merupakan tempat orang dari mana saja bermukim.
Binuangeun memiliki desa Muara yang artinya lautan yang menjorok ke daratan sehingga pertemuaan antara lautan dan daratan itu adalah desa Muara disinilah kami mengadakan sebuah penelitian yang terdiri dari sistem religi, sistem ekonomi, sistem kekerabatan masyarakat, sistem teknologi, sistem Ilmu pengetahuan, sistem kesenian dan sistem bahasa.
Selayang pandang tentang sistem religi di Binuangeun masyarakatnya sangat religius terlihat dengan seiringnya diadakan pengajian-pengajian yang dilaksanakan setiap minggunya berkisar antara tiga sampai empat kali pengajian, masyarakat Binuangeun memegang teguh anggapan bahwa agama dapat merekat setiap orang yang berada dalam perbedaan. Masyarakat Binuangeun 99 % menganut agama islam dan satu persen beragama katolik meskipun demikian kehidupan mereka berjalan harmonis.
Binuangeun bermula ada sampai sekarang karena pada beberapa tahun yang lampau banyak orang yang merantau dari berbagai daerah yaitu dari suku Jawa, Sunda, Bugis, dan lain-lain sehingga Binuangeun memiliki masyarakat yang beragam. Pangan berkembangnya zaman maka para perantau ini pun semakin bertamabah banyak mereka bermata pencaharian, beranak pinak, bermasyarakat sehingga penduduknya juga semakin banyak.

Menurut masyarakat setempat di Binuangeun ini ada salah seorang yang sangat kaya raya yang bernama H. Ambas yang memiliki hektaran tanah disini sehingga dengan kebesaran hatinya maka masyarakat diberikan izin meninggali permukiman di antara jutaan pohon kelapa miliknya jadi masyarakat ini dapat memiliki tempat tinggal yang sudah belasan tahun mereka tinggali.
Sistem ekonomi di Binuangeun 80 persen pegawai negeri, 10 prsn wiraswasta dan lain-lain. Setiap pagi-pagi sekali para nelayan pergi ke laut dan malam hari baru pulang dan begitu pula sebaliknya tapi hasil tangkapan sedikit. Di Binuangeun juga terdapat pabrik sabut dan pabrik tahu yang menambah mata rantai perekonomiaan di masyarakat ini, karena sebagian masyarakat Binuangeun mata pencahariannya adalah sebagai nelayan maka sistem perdagangannya pun berjalan di mulai dari tempat pelelangan ikan, pasar tradisional semuanya ada di daerah ini.
Sistem kekerabatan masyarakat di Binuangeun sangat kental dan syarat dengan kekeluargaan seehingga masyarakatnya tampak rukun dan kekerabatannya sangat terjaga dan selalu bekerja sama setiap ada kegiatan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Bukti betapa eratnya kekerabatan di Binuangeun ini yaitu terlihat dengan betapa seringnya mereka melakukan pengajian sehingga dapat bersilahturahmi dan membina ukuah islamiah.
Sistem teknologi di Binuangeun ini ada sebuah mesin perahu yang sering disebut olh masyarakat setempat yaitu “Beleketek”padahal ini sejenis mesin Honda atau Yamaha yang sering digunakan oleh masyarakat untuk melaut, pada mulanya masyarakat di Binuangeun melaut hanya dengan alat-alat yang tradisioanal tapi karena masyarakatnya yang beragam ada yang berasal dari Sulawesi yang membawa penerobosan bahwa untuk memudahkan yang lebih terkenal dengan nama beleketek.
Sistem ilmu pengetahuan dimasyarakat Binuangeun dalam bidang pendidikan formal sudah dapat mengenyam pendidikan di tingkat SD, SMP, SMA dan juga perguruan tinggi. Ilmu pengetahuan nelayan dalam pencaharian ikan disini selain dilakukan dengan cara tradisional dan juga telah dibantu oleh alat yang diberikan dari pemerintah sehingga para nelayan dapat mengetahui letak ikan di laut. Pengetahuan para nelayan tentang pendeteksi ikan-ikan di hamparan laut yang luas itu maka mereka mengadakan pengetahuan yang diwarisikan secara turun menurun dari nenek moyang mereka.
Sistem kesenian dalam masyarakat ini yaitu diadakan pementasan jaipong setiap musim panen tiba yang merupakan sebagai masyarakat setelah setahun lamanya berkutat dengan musim-musim yang penuh dengan musim-musim yang penuh dengan perjuangan maka berbagai pengganti rasa jenuh itu maka diadakanlah pementasaan itu. Ada juga seni rupa berbentuk menhir-menhir penemuan zaman dahulu kala. Masyarakat setempat juga sering mengadakan pementasan hari-hari besar agama islam.
Sistem bahasa di Binuangeun sangatlah beragam karena masyarakatnya yang berasal dari berbagai daerah seperti suku Sunda, Jawa, Aceh dan lain-lain sehingga bahasa masyarakat pun kayaakan kepemilikikan dan kekayaan berbahasa mereka tetapi uniknya bahasa kedaerahan mereka hanya digunakan di dalam rumah mereka masing-masing ketika berkomunikasi dengan anggota keluarganya sedangkan ketika berbahasa dengan masyarakat lain maka semua masyarakat Binuangeun menggunakan bahasa sunda. Walaupun dari daerah dan suku yang berbeda tapi pada intinya masyarakat ini menjadikan bahasa pemersatu mereka dengan bahasa sunda.
Demikian sekilas pena Binuangeun yang dapat terkemuka dari semua sisitem memiliki keunikannya masing-masing, kragaman masyarakat setempat memberikan gambaran bahwa perbedaan adalah rahmat yang patut disyukuri.

1 komentar:

  1. okeh menarik aku jadi tau asal mula desaku sendiri tirimakasih unung nungiran
    :)

    BalasHapus